Laporan Rihlah Dakwah
Keterkaitan dakwah di pelosok dengan dakwah di lingkup Internasional
MENGAPA HARUS JADI HARTAWAN?
Kegiatan Dakwah sekecil apapun sama berartinya dengan kegiatan dakwah Internasional.Semua jenis kegiatan dakwah tidak ada yang tidak berarti. Kalaulah kami mengambil bagian hanya bagian keciiil saja dari permasalahan yang harus dihadapi saudara kita di pelosok gunung batu yang terjal dan hutan jati seperti di pedalaman Gunungkidul, semoga saja langkah kami akan diikuti oleh saudara-saudara kita yang sudah lebih dulu menjadi hartawan, belum sempat menoleh saudara-saudara kita disana. Saudara-saudara kita di Gunungkidul sangat membutuhkan perhatian dan perwujudan kerja kita (PDL = Praktek Dakwah Lapangan ) sebagaipembuktian bahwa : ISLAM ADALAH ROHMATAN LIL ALAMIN, mari kita simak paparan KH.Cholil Nafis tentang : "Pentingnya Orang Islam Menjadi Hartawan".
Saudara- saudara kita di Gunungkidul tidak hanya membutuhkan ilmu untuk beribadah tapi juga ilmu bagaimana agar mereka bisa meraih hari esok yang lebih baik, yaitu, kesejahteraan lahir-batin, untuk meningkatkan iman dan taqwa mereka., sebagai jalan bagi kita semua meraih Ridho Allah Swt.
Kondisi bumi Gunungkidul adalah bumi ( tanah) yang sulit ditanami tanaman pangan. Daerah itu daerah "Gunung Batu" benar-benar material batu, berwarna hitam , menutupi permukaan bumi. Dikala musim hujan bisa tumbuh tanaman liar/semak belukar yang menghijau, tetapi tidak bisa ditanami padi jenis padi sawah, disana hanya bisa ditanami padi huma (tanpa) air yang panennya hanya bisa SEKALI SATU TAHUN ( SATU MUSIM).
Padahal kalau jenis padi yang tumbuh di sawah, bisa 3 x panen dalam setahun. Informasi ini kami peroleh dari penduduk setempat.
Bagamana memenuhi kebutuhan akan air untuk kehidupan sehari-hari selama musim kemarau? Mereka mendapatkannya dengan MEMBELI AIR ( saya kurang faham siapa, fihak mana , pemerintahkah atau masyarakat yang punya persediaan air ketika saat kemarau tiba).selama kemarau yang kurang lebih 4-6 bulan, satu keluarga membutuhkan 15-18 bak penampungan volume @000 liter lebih, harganya 150 ribu rupiah per penampungan. Jadi harga air untuk satu musim kemarau saja : 18 x 150 ribu rupiah. Padi yang harus disimpan untuk makan sehari-hari selama satu tahunpun harus mereka hitung dengan tepat. Jadi tidak ada kelebihan padi untuk dijual untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Begitu kira-kira hasil dialog kami (team PDL) ketika mengadakan kunjungan ke daerah " Ngampel " , Gunungkidul.
Beginilah kondisi gunung batu dan hamparan bumi yang bisa ditanami untuk bahan makanan lainnya, (bukan padi) di Gunungkidul.
MENGAPA HARUS JADI HARTAWAN?
Oleh:
HM. Cholil
Nafis, Lc., Ph D[1]
Pertanyaan
judul terasa klise. Pasalnya, para hartawan sering dipersepsikan sebagai orang
yang bergaya hidup hedonis dan lupa dengan kehidupan akhiratnya. Pandangan ini
setengah dibenarkan ketika melihat fenomena para hartawan itu yang tersangkut
kasus korupsi, mewah-mewahan dan pamer kekayaannya. Sebenarnya menjadi hartawan
sangat dianjurkan dalam Islam. Sebab sebagaian besar pelaksanaan rukun Islam
memerlukan harta. Hanya membaca dua kalimat syahadah saja yang tidak perlu
biaya.
Ketika seorang muslim hendak melakukan shalat maka
perlu pakaian untuk menutupi auratnya dan itu perlu biaya untuk membeli pakaian
yang layak. Ketika hendak melaksanakan ibadah puasa tentu butuh biaya membeli
makanan yang bergizi untuk menjaga kesehatan tubuh. Ketika perintah zakat
diwajibkan kepada umat muslim tentu perintah itu hanya bagi orang yang
mempunyai kekayaan harta tertentu. Demikian juga ibadah haji tentu
pelaksanaannya sangat tergantung pada kemampuan seseorang, baik secara
finansial ataupun fisik. Seseorang dapat melaksanakan ibadah haji jika memiliki
harta dan kemampuan raga.
Paradigma yang salah ketika memahami harta adalah
sesuatu yang rendah dan mengantarkan pada kehidaan. Bahkan banyak yang
menganggap kekayaan dalah laknat sedangkan kefakiran bagian dari hidup zuhud
menuju surga. Zuhud adalah sikap orang yang meninggalkan harta
sedangkan orang yang ditinggalkan harta sehingga berkekurangan adalah faqir
atau miskin. Artinya, orang zuhud itu adalah orang yang memiliki banyak
kekayaan tetapi tidak bergelimang dan megah-megahan dengan kekayaannya tetapi
memilih hidup tetap sederhana, merasa sama dalam perasaan hatinya antara
memiliki dan tidak memiliki harta, antara dipuji dan dimaki oleh orang lain dan
dambaannya hanya semata-mata mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Kemiskinan bukan berarti zuhud meskipun
menjalani hidup dengan penuh kesederhanaan. Hidup sederhana belum tentu zuhud
meskipun hidup zuhud tampak dalam kehidupannya yang sederhana. Sebab adakalanya
hidup sederhan karena keterpaksaan bukan karena pilihan, sementara hidup
sederhana yang disebut zuhud jika karena pilihannya meninggalkan kemewahan.
Jika seseorang yang hidup hanya dengan satu baju dan satu sarung yang lusuh
karena tidak mampu membeli yang baru, tinggal dalam rumah sepetak atau gubuk
yang lapuk dengan banyak jumlah keluarga atau mengkonsumsi makanan yang
tidak bergizi karena tidak punya penghasilan yang mencukupi maka hal tersebut
disebut kemelaratan hidup bukan hidup zuhud.
Harta Perspektif Islam
Demikian pentingnya peran harta dalam pelaksanaan
ajaran Islam sehingga memeliharanya (hifzhul mal) termasuk dari salah
satu tujuan syariah (maqashid al-syari’ah) dalam mencapai kebaikan dan
menghindari keburukan. Harta yang halal dan diperoleh dengan cara baik akan
mengantarkan kepada kesempunaan pelaksanaan syariah Islam, tetapi sebaliknya,
kesullitan mangais rezeki atau memperoleh harta dengan cara haram akan
mengganggu atau bahkan merusak kehidupan beragama.
Harta pada dasarnya dapat menyebabkan terpunji atau
tercela, tergantung pada cara seseorang untuk memperoleh dan sikap dalam
menggunakan harta. Harta menyebabkan terpuji jika diperoleh dengan cara halal
dan dipergunakan untuk kebaikan, sedangkan harta tercela adalah harta yang
diperoleh dengan cara tidak benar dan digunakan untuk kemaksiatan atau untuk
menumpuk kekayaan.
Harta adalah cobaan, akan menjadi kebaikan jika
dipandang sebagai sarana untuk mendukung pelaksanaan ajaran Islam, dan
harta akan menjadi bencana jika dijadikan sebagai tujuan hidup. Sebaiknya harta
hanya cukup berputar dari tangan ke tangan untuk mempermudah mendapat dan
melakukan kebaikan, jangan sampai menyikapi harta dengan penuh cinta di dalam
hati agar tidak menjadi malapetakan. Rasulullah saw bersabda:
"لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ
أُمَّتِي الْمَالُ"
“Setiap umat pasti mendapat cobaan (fitnah),
sedangkan cobaan umatku adalah harta”.
( HR. Turmudzi )
Harta ada dua. Yaitu halal dan haram. Allah SWT telah
menjelaskan mana harta yang haram dimakan dan mana harta yang boleh dikonsumsi.
Sesuatu yang haram dimakan dijelaskan oleh Allah SWT secara rinci, seperti
Babi, Anjing dan Darah. Atau sesuatu itu sebenarnya halal kalau prosesnya
sesuai tuntunan syariah, seperti hewan yang halal dengan syarat dipotong
menurut ketentuan syariah, namun jika hewan itu tidak dipotong sesuai syariah
maka haram dikonsumsi. QS. Al-Baqarah [2] : 173 Ada pula harta yang sebenarnya
halal tetapi karena prosesnya yang tidak sesuai syariah sehingga harta itu
haram diperoleh dan haram dikonsumsi. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada
kita untuk mengkonsumsi yang secara esensi halal dan cara mendapatkannya atau
prosesnya juga halal.
Bisnis Adalah Alternatif
Secara filosofi, Manusia adalah makhluk ekonomi.
Karena tidak satupun manusia yang dapat hidup tanpa mengkonsumsi, memproduksi
dan mendistribusi. Kebutuhan mengkonsumsi menuntut adanya produksi, namun tidak
semua orang mampu memproduksi semua kebutuhannya sehingga diperlukan adanya
distribusi. Karenanya, keterpautan kemampuan seseorang dengan yang lain
menciptakan ketergantungan antara sesama sebagai ciri manusia sebagai makhluk
sosial.
Ekonomi dalam pandangan Islam tidak hanya harta yang
berupa materi dan produksi yang bersifat fisik, tetapi juga harus dapat
memenuhi kebutuhan rohani. Karenanya, ekonomi tidak semata-mata kepentingan
profit, namun semestinya berakar dari etika dan nilai kemanusiaan menuju
kebahagiaan dunia dan akhirat (falah).
Karakteristik ekonomi Islam terletak pada kerangka
moral dan etika. Aturan yang dibentuk dalam ekonomi Islam merupakan aturan yang
bersumber pada kerangka konseptual masyarakat dalam hubungannya dengan Tuhan,
kehidupan dan tujuan akhir manusia setelah kematian. Ekonomi menurut Islam
tidak semata-mata keuntungan materi, lebih dari itu ekonomi adalah sarana untuk
membangun ikatan kemanusiaan yang saling membutuhkan dan sarana untuk
mendekatkan diri kepada Allah.
Islam memandang ekonomi tidak lepas dari emapat ciri,
yaitu Rabbaniyyah (ke-Tuhan-an), Akhlak, Kemanusiaan, dan Wasathiyah
(keseimbangan). Cirri-ciri ini yang menyatukan kepentingan duniawi dan uhkrawi,
ketuhanan dan kemanusiaan, materi dan ruh. Ciri Rabbaniyah terletak pada
katerkaitan seluruh aktifitas produksi, konsumsi dan distribusi semata-mata
untuk menjalankan tugas sebagai khaifah dimuka bumi, membangun peradaban
manusia dan memakmurkan bumi. Ciri Rabbani ini meniscayakan beretika.
Cirri etika teletak pada tidak adanya pemisahan antara kegiatan ekonomi dengan
akhlak. Islam memandang aktifitas ekonomi untuk kemaslahatan. Dilarang menipu,
mempraktikkan riba dan menzhalimi kepada yang lain hanya untuk
kepentingan pribadi.
Ciri kemanusiaan juga terlihat dalam relasi
persaudauraan dan tolong menolong dalam memenuhi kebutuhan. Dalam transaksi
tidak semuanya berbasis profit, karena adakalanya untuk menolong dengan skim qardlul
hasan (pinjaman tanpa bagi hasil). Ciri keseimbangan (wasathiyah)
terlihat dari pengakuan Islam terhadap hak milik individu, tetapi di sisi lain
mengakui hak umum. Hak milik individu memungkinkan seseorang untuk memperoleh
harta sebanyak-banyaknya, tetapi harus berbagi dengan yang lain sebagai
implementasi dari hak umum, yaitu beupa zakat, wakaf dan sadekah.
Islam mengajarkan kemandirian ekonomi dan hasil
pencaharian sendiri. Karenanya Nabi saw. memuji orang yang bekerja keras dan
mengerahkan segala kemampuannya untuk memperoleh rezeki. Hanya ada dua cara
hidup dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, yaitu bekerja untuk menghidupi diri
sendiri dan keluarganya atau tidak bekerja mencari rezeki tetapi menghidupi diri
dan keluarganya dengan cara meminta bantuan orang lain. Islam mengkutuk para
peminta-minta, baik secara langsung maupun melalui cara lain seperti pengajuan
proposal selama dirinya masih mampu untuk bekerja sendiri. Oleh karenanya,
bekerja adalah kewajiban manusia untuk menjalankan tugas agama dan memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Menurut Islam, mata pencaharian yang paling baik
adalah berdagang. Sebab berbisnis bukan hanya meraup keuntungan dengan cepat,
baik secara kualitas atau kuantitas. Akan tetapi bisnis adalah mata pencaharian
yang mandiri, jauh dari tekanan atau menghamba kepada orang lain juga dapat
menciptakan lapangan kerja bagi orang banyak serta dapat memeratakan distribusi
ekonomi dari satu tempat ke tempat lain, sehingga antara masyarakat dapat menikmati
hasil bumi dan produksi dari berbagai tempat yang berbeda untuk saling memenuhi
kebutuhan.
Nabi saw mengajarkan agar pandai berniaga, karena di
dalamnya terdapat 90% pintu rezeki, sedangkan yang 10% terdapat pada profesi
lain seperti pegawai negeri, perawat, karyawan, bertani dan lain-lain. Lalu,
apakah kita masih ingin berkutat mempertahankan yang 10% dan mengorbankan yang
90%? “Sesungguhnya sebaik baik mata pencaharian adalah seorang pedagang
(entrepreneur).” (HR Baihaqi). Nabi Muhammad saw pun menerapkan prinsip
bisnisnya sebagai ladang menjemput surga.
Pesantren adalah kelompok masyarakat yang memiliki
kedudukan strategis. Karena Pesantren mencetak pemimpin-pemimpin masyarakat,
baik dalam bidang keagamaan maupun kemasyarakatan. Di samping itu, jumlah
pondok pesantren di Indonesia mencapai 25.000 unit. Jumlah santrinya
berdasarkan data 2011, mencapai 3,65 juta yang tersebar di 33 provinsi.
Kelompok ini sangat strategis dalam mengembangkan program kewirausahaan.
Dalam konteks inilah, Yayasan Investa Cendekia Amanah
(ICA) akan memberdayakan komunitas pesantran agar bisa lebih memotivasi dan
mendorong generasi muda mengembangkan jiwa dan mindset atau pola pikir menjadi
seorang enterpreneur. Jumlah wirausaha Indonesia saat ini baru mencapai 1,56%
dari populasi penduduk, dan angka ideal adalah 2%. Selain itu, Yayasan ICA
melalui pelatihan di ICA Institute dan Koprasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS)
atau kita kenal Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) memposisikan diri sebagai pusat
mediasi antara perbankan dengan lembaga keuangan dan usaha mikro, sehingga
diharapkan terciptanya wirausaha-wirausaha baru dari Pondok Pesantren. Program
ini diharapkan menjelma jadi mesin ekonomi yang hasilnya bisa digunakan untuk
peningkatan ekonomi umat sekitar pesantren dan masyarakat di mana para santri
akan kembali.
Semoga saja Allah Swt melimpahkan keberkahan atas tanah tandus ini bagi semua hmba Nya yang berperan dalam dakwah di tanah ini. Semoga Allah Swt melimpahkan kesejahteraan kepada hamba-hamba Nya yang muslim dan bertaqwa dan ridho atas ketentuan taqdirnya menjadi bagian dari kehidupan di tanah ini. Amiin.
[1]
Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia, Ketua Pembi-na Yayasan
Investa Cendekia Amanah (ICA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar